Pernah
suatu ketika, saya sedang berada di Singapura. Seorang pengusaha, yang termasuk
orang terkaya di negara itu, mengundang saya untuk sarapan di rumahnya dan
bertemu dengan keluarga pengusaha itu, istri serta anak-anaknya. Orang ini barangkali
adalah impian bagi kita, bagi semua orang. Bagaimana tidak? Dia adalah seorang
pengusaha sukses, kaya raya, bahkan yang terkaya di Singapura; baik hati, dan
dermawan. Dia adalah sosok ideal, siapapun ingin menjadi seperti dia. Sukses
dan kaya.
Selama
saya berada di Singapura, setiap hari pengusaha ini mengundang saya untuk
sarapan. Macam-macam makanan yang disediakan. Setelah menawarkan makanan ini
dan itu, mulailah pengusaha itu bercerita tentang masalahnya.
Sambil
makan, saya mendengarkan masalah yang dikemukakan pengusaha tersebut. Ternyata,
seorang terpandang dan kaya raya di Singapura, memiliki masalah yang sama
dengan orang kebanyakan. Dia mulai mengeluh soal anak lelakinya yang tidak
sesuai dengan yang dia harapkan. Tidak punya arah, kurang bekerja keras, dan
sebagainya. Ia juga bercerita tentang masalah karyawannya yang menurutnya
kurang motivasi dan kurang rajin. Ia yang memiliki segalanya, juga tak luput
dari masalah yang dialami setiap orang.
Saat sedang berada di rumahnya yang begitu luas dan indah, saya berjalan
ke arahnya di ruang tamu. Saya melihat dia sendirian. Di tengah ruangan yang
megah dan luas itu, ia nampak begitu kecil; seorang diri sedang memainkan
Ipadnya. Melihat itu, saya menyadari betapa kesepiannya ia. Seketika, saya merasa
kasihan padanya
Kisah ini
dituturkan oleh Ajahn Brahmali dalam acara Ajahn
Brahmali Indonesia Roadshow 2018
yang berisi talk show dan peluncuran bukunya bertajuk Live In Peace. Acara yang
diselenggarakan pada tanggal 4 Maret 2018 lalu di Podium Lippo Ekalokasari
Plaza Bogor ini diprakarsai oleh Ehipassiko Foundation. Tak hanya talk show dan
peluncuran buku Ajahn Brahmali yang berjudul Murnikan Batinmu Sendiri, tetapi pada kesempatan itu ada juga acara
amal berupa lelang lukisan. Hasil dari penjualan lukisan tersebut akan
digunakan untuk membantu orang-orang di pedesaan yang tidak mampu. Dalam
kesempatan roadshow kali ini Ajahn Brahmali berkunjung ke enam kota dalam enam
hari, yaitu Surabaya, Semarang, Jakarta, Bogor, Gorontalo dan Makassar.
Ajahn
Brahmali lahir di Norwegia tahun 1964. Beliau pertama kali tertarik pada ajaran
Buddha pada usia 20an setelah berkunjung ke Jepang. Setelah menyelesaikan gelar
sarjana teknik dan keuangan, ia memulai latihan monastiknya sebagai anagarika
(yang menjalani delapan sila) di Inggris, di Wihara Amaravati dan Chithurst.
Setelah
mendengar ajaran dari Ajahn Brahm, ia memutuskan pergi ke Australia untuk
berlatih di Wihara Bodhinyana. Ajahn Brahmali sudah tinggal di Wihara Bodhinyana
sejak tahun 1994, lalu ditahbis sebagai bikkhu oleh Ajahn Brahm pada tahun
1996.
Ajahn
Brahmali berasal dari keluarga terpandang dan kaya di Norwegia, yang juga
termasuk negara paling kaya di dunia. Tetapi ia memutuskan untuk meninggalkan
itu semua dan memilih jalan hidup sebagai bikkhu. Mirip dengan Pangeran
Sidharta yang meninggalkan istana berikut kemewahannya, mengembara hingga
akhirnya mencapai pencerahan tertinggi.
Kisah
yang dituturkan oleh Ajahn Brahmali di atas merupakan pengalamannya saat beliau
mengunjungi Singapura. Mungkin sudah nasib para bikkhu, bahwa setiap kali
bertemu orang atau umat, mereka akan menggunakan kesempatan itu untuk curhat
mengenai masalahnya, ujarnya, yang disambut tawa para hadirin.
Banyak orang beranggapan bahwa dengan mengejar sesuatu yang bersifat
duniawi, mereka akan mencapai kebahagiaan. Mereka berlomba-lomba meraih
sesuatu, menggunakan seluruh energi dan daya upayanya untuk memenuhi
keinginannya.
Hingga
suatu saat, kematianpun tiba. Segala usaha dan jerih payahnya harus
ditinggalkan. Tak ada satupun kekayaan atau keluarganya yang dapat dibawanya
saat kematian tiba. Bahkan terkadang saat belum matipun, kita terpaksa harus
berpisah dengan harta atau orang yang kita kasihi.
Banyak
masalah di dunia ini, entah itu masalah politik, perebutan kekuasaan, peperangan,
hingga perpecahan keluarga, akarnya berasal dari nafsu keinginan. Memang lumrah
jika manusia menginginkan kebahagiaan, tetapi banyak manusia mencari
kebahagiaan ke arah yang salah, demikian kata Ajahn Brahmali. Ironisnya,
semakin seseorang mengejar kebahagiaan, dia justru semakin menjauh dari
kebahagiaan itu sendiri. Contohnya, seorang suami yang mengharapkan istrinya
bersikap begini atau begitu, dan ketika istrinya tidak sesuai dengan yang diharapkan,
maka ia akan kecewa. Begitu juga sebaliknya.
Atau
orang tua yang menginginkan anaknya menjadi seperti ini atau seperti itu,
mereka akan menderita ketika ternyata anaknya tidak menjadi seperti yang
diinginkan. Saya akan bahagia jika bisa meraih ini, saya akan bahagia jika
mendapatkan itu, tetapi ketika berhasil meraih apa yang kita inginkan, kita
malah ingin meraih lebih, dan lebih lagi. Justru terkadang, semakin kita
berhasil meraih keinginan kita, kita malah semakin merasa hampa dan terasing.
Ajahn
Brahmali memberikan contoh lagi tentang seorang raja yang memiliki wilayah
luas, tanah yang subur, kuda-kuda dan gajah yang banyak jumlahnya. Suatu
ketika, seorang dari kerajaannya datang menghadap kepadanya. Ia mengatakan
kepada raja, bahwa di utara, ada sebuah kerajaan yang tidak begitu besar,
tetapi amat subur dan juga memiliki kuda-kuda serta gajah yang banyak
jumlahnya. Orang itu bertanya kepada raja, apa yang akan dilakukan oleh
baginda. Raja itu menjawab, “Oh, saya akan menyerbu kerajaan itu, supaya
rajanya tunduk pada saya, dan wilayahnya menjadi bagian wilayah saya.”
Lalu
datanglah seseorang dari selatan melapor kepada raja, bahwa di selatan ada
sebuah kerajaan kecil yang subur, dengan kuda-kuda dan gajah yang banyak
jumlahnya. Raja itu juga mengatakan, “Saya akan menyerbu kerajaan itu, supaya
rajanya tunduk pada saya, dan wilayahnya menjadi bagian wilayah saya.” Hal yang
sama dikatakan oleh raja ketika ada orang dari barat dan timur, melaporkan
bahwa ada kerajaan tetangga yang subur, dengan kuda dan gajah yang banyak
jumlahnya. Ini adalah cermin dari keinginan, tidak akan pernah ada habisnya.
Utara, selatan, barat dan timur sudah dikuasai, lalu seluruh planet bumi ini
ingin dikuasai juga.
Lima Perenungan
Dalam
bukunya Murnikan Batinmu Sendiri,
Ajahn Brahmali memberikan lima contoh perenungan yang dapat dilakukan oleh
siapa saja, baik itu perempuan, laki-laki, perumah tangga maupun kaum monastik.
Perenungan ini sangat bermanfaat untuk mengurangi kotoran batin dan
menghadirkan kualitas batin yang positif.
Kelima
perenungan itu adalah :
1. Perenungan
Ketuaan
2. Perenungan
Sakit
3. Perenungan
Kematian
4. Perenungan
Berpisah dari yang Disayang dan Menyenangkan
5. Perenungan
Kita Adalah Pewaris Karma Sendiri
Ajahn Brahmali memberikan tanda tangan di buku beliau
Bogor, 4 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar